Rabu, 17 Juni 2009

TUGAS AKHIR KULIAH FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA

MENGGAPAI FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA
Pada era-modern kali ini, ilmu filsafat yang dijadikan sebagai ilmu pengetahuan yang dapat merubah paradigma berfikir manusia mengalami perkembangan. Hal ini dikarenakan sifat berfikir kritis yang dilakukan para filosof tak terkecuali filosof atau ilmuwan sains dan matematika yang mampu melahirkan ide-ide dan metode pembelajarannya.
Oleh karena itu filsafat umum dan filsafat matematika dalam sejarahnya adalah saling melengkapi. Filsafat matematika saling bersangkut-paut dengan fungsi dan struktur teori-teori matematika. Teori-teori tersebut terbebas dari asumsi-asumsi spekulatif atau metafisik.
Untuk perkembangan selanjutnya filsafat matematika pun merambah kepada filsafat pendidikan matematika akan tetapi sebelum membahas ke filsafat pendidikan matematika kita akan membahas terlebih dahulu filsafat pendidikan.
Filsafat pendidikan adalah pemikiran-pemikiran filsafat tentang pendidikan. Dapat mengkonsentrasikan pada proses pendidikan, dapat pula pada ilmu pendidikan. Jika mengutamakan proses pendidikan, yang dibicarakan adalah cita-cita, bentuk dan metode serta hasil proses belajar itu. Jika mengutamakan ilmu pendidikan maka yang menjadi pusat perhatian adalah konsep, ide dan metode yang digunakan dalam menelaah ilmu pendidikan. Filsafat pendidikan matematika termasuk filsafat yang membicarakan proses pendidikan matematika.
Matematika adalah cara untuk memandang dunia. tidak hanya memandang bagaimana dunia secara fisik bekerja, tapi lebih dalam lagi ke bawah alam sadar dan pemikiran kita. Dari hubungan ini, terlihat jelas bagaimana memang matematika dan filsafat adalah sesuatu yang bersanding secara sejajar dan saling melengkapi.
Dalam pendidikan matematika tentu penyelesaian perhitungan itu sudahlah pasti. Misalkan 5+3=8, ada dua garis yang pasti sejajar, dua bangun pasti simetris, unsur-unsur bangun ruang adalah rusuk, sisi, dan titik sudut, serta penyelesaian perhitungan matematika yang lain. Namun tidak demikian dalam filsafat. Bahwa pendapat setiap orang pastilah berbeda. Jika 5+3 tidaklah sama dengan 8 tetapi 53. Begitu juga dengan pendapat bahwa dua garis yang sejajar tidaklah selalu sejajar, dan unsur-unsur bangun ruang tidak hanya teridiri dari rusuk, sisi, dan titik sudut. Dalam filsafat pendidikan matematika tentu kita akan belajar matematika sehingga kita mampu melihat sesuatu secara lebih sistematis dan lebih luas lagi. Mengenal hubungan-hubungan, bagian demi bagian sampai detail yang bisa membawa kita memahami sesuatu secara lebih jelas dan dan dalam konteks yang lebih besar. Dengan demikian, filsafat pendidikan matematika menjauhkan rasa keyakinan dalam diri kita bahwa sebuah penyelesaian perhitungan itu selalu bernilai ‘pasti’, tetapi pelajarilah detail dari setiap kepastian itu terlebih dulu. Karena kepastian itu hanya milik Tuhan. Kepastian yang mengagumkan dari alam ciptaan Tuhan adalah disiplinnya waktu yang patuh mengikuti hukum matematis. misalnya saja bumi mengelilingi matahari selama 365 hari, bulan mengelilingi bumi selama 30 hari, bumi berotasi pada sumbunya selama 24 jam setiap harinya. Angka-angka ini tidak pernah berubah seenak hati bulan dan bumi. Semuanya teratur mengikuti ukuran yang telah ditentukan. Dan kesadaran akan keteraturan inilah yang merupakan hakekat mengapa perlu belajar matematika.
Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang harus dikuasai oleh siswa. Sebab matematika tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sehari-hari. Matematika selalu mengalami perkembangan yang berbanding lurus dengan kemajuan sains dan teknologi. Hal yang demikian, kebanyakan tidak disadari oleh sebagian dari kita yang disebabkan minimnya informasi mengenai apa dan bagimana sebenarnya matematika itu. Dengan demikian, maka akan berakibat buruk pada proses belajar siswa, yakni mereka hanya belajar matematika dengan mendengarkan penjelasan seorang Guru, menghafalkan rumus, lalu memperbanyak latihan soal dengan menggunakan rumus yang sudah dihafalkan, tetapi tidak pernah ada usaha untuk memahami dan mencari makna yang sebenarnya tentang tujuan pembelajaran matematika itu sendiri.
Banyak sikap negatif terhadap matematika timbul karena kesalahpahaman atau pandangan yang keliru mengenai matematika. Untuk memahami matematika secara benar dan sewajarnya, pertama-tama perlu diklarifikasi terlebih dahulu beberapa mitos negatif terhadap matematika. Beberapa di antara mitos tersebut, antara lain: pertama, anggapan bahwa untuk mempelajari matematika diperlukan bakat istimewa yang tidak dimiliki setiap orang. Kebanyakan orang berpandangan bahwa untuk dapat mempelajari matematika diperlukan memiliki kecerdasan yang tinggi, akibatnya yang merasa kecerdasannya rendah mereka tidak termotivasi untuk belajar matematika.
Mitos kedua, bahwa matematika adalah ilmu berhitung. Kemampuan berhitung dengan bilangan-bilangan memang tidak dapat dihindari ketika belajar matematika. Namun, berhitung hanya merupakan sebagian kecil dari keseluruhan isi matematika. Selain mengerjakan penghitungan-penghitungan, orang juga berusaha memahami mengapa penghitungan itu dikerjakan dengan suatu cara tertentu.
Mitos ketiga, bahwa matematika hanya menggunakan otak. Aktivitas matematika memang memerlukan logika dan kecerdasan otak. Namun, logika dan kecerdasan saja tidak mencukupi. Untuk dapat berkembang, matematika sangat membutuhkan kreativitas dan intuisi manusia seperti halnya seni dan sastra. Kreativitas dalam matematika menyangkut akal-budi, imajinasi, estetika, dan intuisi mengenai hal-hal yang benar. Para matematikawan biasanya mulai mengerjakan penelitian dengan menggunakan intuisi, dan kemudian berusaha membuktikan bahwa intuisi itu benar. Kekaguman pada segi keindahan dan keteraturan sering kali juga menjadi sumber motivasi bagi para matematikawan untuk menciptakan terobosan-terobosan baru demi pengembangan matematika. Atau dengan kata lain untuk dapat mengembangkan matematika tidak hanya dibutuhkan kecerdasan menggunakan otak kiri saja, melainkan juga harus mampu menggunakan otak kanannya dengan seimbang.
Mitos keempat, bahwa yang paling penting dalam matematika adalah jawaban yang benar. Jawaban yang benar memang penting dan harus diusahakan. Namun, yang lebih penting sebenarnya adalah bagaimana memperoleh jawaban yang benar. Dengan kata lain, dalam menyelesaikan persoalan matematika, yang lebih penting adalah proses, pemahaman, penalaran, dan metode yang digunakan dalam menyelesaikan persoalan tersebut sampai akhirnya menghasilkan jawaban yang benar.
Mitos kelima, bahwa kebenaran matematika adalah kebenaran mutlak. Kebenaran dalam matematika sebenarnya bersifat nisbi. Kebenaran matematika tergantung pada kesepakatan awal yang disetujui bersama yang disebut ‘postulat’ atau ‘aksioma’. Bahkan ada anggapan bahwa tidak ada kebenaran (truth) dalam matematika, yang ada hanyalah keabsahan (validity), yaitu penalaran yang sesuai dengan aturan logika yang digunakan manusia pada umumnya.
Jika kelima mitos di atas dimiliki oleh setiap orang tentulah filsafat pendidikan matematika tidak akan tercapai. Dalam artian bagaimana kita mengetahui matematika secara utuh, sehingga tidak ada kerancuan informasi di masyarakat. Salah satu akar permasalahan dari semua mitos yang ada disebabkan informasi yang diterima bersifat parsial. Kerancuan informasi tersebut yang mengakibatkan persepsi kita terhadap matematika menimbulkan kesan negatif. Dengan demikian cara yang paling efektif dalam rangka menegaskan konsep matematika secara utuh adalah melalui siswa yang sedang belajar matematika di bangku sekolah. Lalu, pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana seharusnya proses pendidikan/pembelajaran matematika di sekolah itu diselenggarakan. Mungkinkah menghadirkan pendidikan matematika yang lebih manusiawi sehingga matematika tidak lagi dipandang sebagai momok yang menyeramkan?
Dalam menghadapi kompleksitas permasalahan pendidikan matematika di sekolah, pertama kali yang harus dilaksanakan adalah bagaimana menumbuhkan kembali minat siswa terhadap matematika. Sebab tanpa adanya minat, siswa akan sulit untuk mau belajar, dan kemudian menguasai matematika secara sempurna. Menumbuhkan kembali minat siswa terhadap matematika akan sangat terkait dengan berbagai aspek yang melingkupi proses pembelajaran matematika di sekolah. Aspek-aspek itu menyangkut pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran matematika, metode pengajaran guru, maupun aspek-aspek lain yang mungkin tidak secara langsung berhubungan dengan proses pembelajaran matematika, misalnya sikap orang tua (atau masyarakat pada umumnya) terhadap matematika.
Untuk menumbuhkan minat siswa terhadap matematika, pembelajaran matematika di sekolah dalam penyajiannya harus diupayakan dengan cara yang lebih menarik bagi siswa. Tentu saja seorang guru sangat berperan dalam usaha ini. Dan kita sebagai calon guru matematika hendaknya lebih mempelajari aspek proses daripada aspek produk dalam pembelajaran matematika. Sebagaimana proses pembelajaran itu telah dipelajari dalam filsafat pendidikan matematika.

Rabu, 29 April 2009

elegi perbincangan bangun ruang

bangun 1: wahai bangun 2, siapakah dirimu?
bangun 2: wahai bangun 1, siapakah pula dirimu? kenapa engkau tanyakan siapa diriku?
bangun 1: aku ingin tahu dirimu
bangun 2: akupun juga ingin tahu dirimu
bangun 1: kalau begitu siapakah dirimu?
bangun 2: kalau begitu siapakah juga dirimu?
bangun 1: baiklah, biar kuperkenalkan diriku terlebih dulu. Aku adalah bangun ruang. Lalu siapakah dirimu?
bangun 2: akupun juga bangun ruang.
bangun 1: kalau begitu kita sama
bangun 2: ya, pastilah kita ini sama bentuk dan unsur-unsurnya
bidang : wahai bangun 1 dan bangun 2, kenapa engkau belum tanyakan kepadaku apakah semua bangun ruang itu sama bentuk dan unsur-unsurnya
bangun 1 dan bangun 2: memangnya apa yang engkau tahu dari bangun ruang?
bidang : setiap bangun ruang itu selalu memilikiku
bangun 1 dan bangun 2 : benarkah demikian? bagaimana jika aku tidak memilikimu?
bidang sisi: maka dari itu janganlah menyebut-nyebut dirimu adalah bangun ruang yang sama jika engkau tak tahu mengenai dirimu sendiri.
bangun 1 : kalau begitu, akan kusebut diriku adalah bangun ruang yang memiliki bidang
bangun 2 : kalau begitu, akan kusebut juga diriku adalah bangun ruang yang memiliki bidang
rusuk: wahai bangun 1 dan bangun 2, kenapa engkau belum tanyakan kepadaku apakah semua bangun ruang itu hanya memiliki bidang saja
bangun 1 dan bangun 2 : memangnya apa yang engkau tahu dari bangun ruang?
rusuk : setiap bangun ruang itu selalu memilikiku
bangun 1 dan bangun 2: benarkah demikian? bagaimana jika aku tidak memilikimu?
rusuk : maka dari itu janganlah menyebut-nyebut dirimu adalah bangun ruang yang hanya memiliki bidang saja jika engkau tak tahu mengenai dirimu sendiri
bangun 1: kalau begitu akan kusebut diriku ini adalah bangun ruang yang memiliki bidang dan rusuk
bangun 2: ya, aku setuju dengan bangun 1.
bangun 1 dan bangun 2 : bagaimana bidang dan rusuk, apakah engkaupun setuju jikalau engkau kumiliki maka aku adalah sebenar-benarnya bangun ruang?
rusuk dan bidang : maka sebenar-benarnya dirimu adalah bangun ruang jika semua mengakui dirimu adalah bangun ruang
bangun 1 : hai bangun 2, apakah kita sudah bisa disebut sama bentuk dan unsur-unsurnya?
bangun 2 : ya, tentulah kita sudah bisa disebut sama bentuk dan unsur-unsurnya?
bangun 3 : wahai bangun 1 dan bangun 2, kenapa engkau belum tanyakan kepadaku apakah semua bangun ruang itu sama bentuk dan unsur-unsurnya
bangun 1 : ya, tentulah aku yakin diriku ini sama bentuk dan unsur-unsurnya. Kita sama-sama memiliki bidang dan rusuk. Bukankah begitu bangun 2?
bangun 2 : ya, aku setuju denganmu bangun 1
bangun 3 : jika engkau berkata seperti itu, maka sebenar-benarnya dirimu bukanlah bangun ruang yang sama bentuk dan unsur-unsurnya
bangun 1 dan bangun 2 : memangnya siapakah dirimu?
bangun 3 : aku adalah bangun ruang yang memiliki bidang dan rusuk, namun aku tak sama bentuk denganmu
bangun 1 dan bangun 2 : kenapa engkau tak sama bentuk dengan kami?
bangun 3 : karena bidang dan rusuk yang kumiliki tak sama denganmu
bangun 1 dan bangun 2 : seperti apa bidang dan rusuk yang kau miliki?
bangun 3 : seperti milikmu
bangun 1 dan bangun 2 : lalu, mengapa engkau tak mau mengakui kesamaanmu kepada kami?
bangun 3 : karena sebenar-benarnya dirimu terlalu meninggikan keinginanmu untuk menjadi bangun ruang yang sama. Padahal kalian tak tahu seperti apa bentuk dan unsur-unsurmu
bangun 1 dan bangun 2 : lalu, apa yang membedakamu dengan diriku?
bangun 3 : jumlah bidang dan rusuk
bangun 1 dan bangun 2 : hanya itukah perbedaan kita?
bangun 3 : bentuk bidang dan panjang rusuk
bangun 1 dan bangun 2 : adakah perbedaan kita yang lain?
bangun 3 : bidang yang membatasi diri kalian. Lalu dari perbedaan yang telah kusebutkan tadi apakah kalian masih meyakini bahwa diri kalian itu sama?
bangun 1 dan bangun 2 : iya, engkau benar. Kami memang sama-sama memiliki bidang dan rusuk tetapi kali belum tahu benar bagaimana bidang yang membatasi diri kami, berapa bidang dan rusuk yang kami punya dan bagaimana bentuknya.
bangun 3 : maka dari itu janganlah menyebut-nyebut dirimu adalah bangun ruang yang sama jika engkau tak tahu mengenai dirimu sendiri
bangun 1 dan bangun 2 : ya, pastilah nanti tak akan kusebut lagi diri kami ini sama jika kami tak tahu benar siapa diri kami

Kamis, 12 Maret 2009

Refleksi Perkuliahan Filsafat Pend.Mtk

A. Pengertian Ilmu, Filsafat, dan Filsafat Ilmu
Ilmu adalah suatu pengetahuan ilmiah yang memiliki syarat-syarat :
Dasar pembenaran yang dapat dibuktikan dengan metode ilmiah dan teruji dengan cara kerja ilmiah
Sistematik, yaitu terdapatnya sistem yang tersusun dari mulai proses, metode, dan produk yang saling terkait.
Intersubyektif, yaitu terjamin keabsahan atau kebenarannya
Sifat ilmu yang penting:
Universal : berlaku umum, lintas ruang dan waktu yang berada di bumi ini
Communicable : dapat dikomunikasikan dan memberikan pengetahuan baru kepada orang lain
Progresif : adanya kemajuan, perkembangan, atau peningkatan yang merupakan tuntutan modern

B. Filsafat adalah cinta akan kebijaksanaan.
Filsafat berasal dari kata bahasa Yunani philosophia yang terdiri dari dua suku kata yaitu philos yang berarti cinta dan sophos yang berarti kebijaksanaan.
Pengertian filsafat secara luas adalah :
1. Usaha spekulatif manusia yang sangat rasional, sistematik, konseptual untuk memperoleh pengetahuan selengkap mungkin berdasarkan kaidah ilmiah
2. Ikhtiar atau usaha untuk menentukan batas-batas pengetahuan secara koheren dan menyeluruh (”holistic dan comprehensive”)
3. Wacana tempat berlangsungnya penelusuran kristis terhadap berbagai pernyataan dan asumsi yang umumnya merupakan dasar suatu pengetahuan.
4. Dapat dipandang sebagai suatu tubuh pengetahuan yang memperlihatkan apa yang kita lihat dan katakan. Dia harus seiring dan sejalan dalam aplikasi dan penerapannya di lapangan.
Filsafat menjembati cara berfikir secara ontologis, epistemologi dan aksiologi
§ Ontologi : hakikat apa yang dikaji
§ Epistemologi : cara mendapatkan pengetahuan yang benar
§ Aksiologi : nilai kegunaan ilmu

Filsafat adalah pengetahuan yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan manusia secara kritis. Filsafat disebut juga ilmu pengetahuan yg mencari hakekat dari berbagai fenomena kehidupan manusia. Filsafat adalah pengetahuan metodis, sistematis dan koheren tentang seluruh kenyataan (realitas). Filsafat merupakan refleksi rasional (fikir) atas keseluruhan realitas untuk mencapai hakikat (= kebenaran) dan memperoleh hikmat (= kebijaksanaan).
Dalam sejarah filsafat Yunani, filsafat mencakup seluruh bidang ilmu pengetahuan. Lambat laun banyak ilmu-ilmu khusus yang melepaskan diri dari filsafat. Meskipun demikian, filsafat dan ilmu pengetahuan masih memiliki hubungan dekat. Sebab baik filsafat maupun ilmu pengetahuan sama-sama pengetahuan yang metodis, sistematis, koheren dan mempunyai obyek material dan formal. Namun yang membedakan diantara keduanya adalah: filsafat mempelajari seluruh realitas, sedangkan ilmu pengetahuan hanya mempelajari satu realitas atau bidang tertentu.
Filsafat adalah induk semua ilmu pengetahuan. Dia memberi sumbangan dan peran sebagai induk yang melahirkan dan membantu mengembangkan ilmu pengetahuan hingga ilmu pengetahuan itu dapat hidup dan berkembang. Filsafat membantu ilmu pengetahuan untuk bersikap rasional dalam mempertanggungjawabkan ilmunya. Pertanggungjawaban secara rasional di sini berarti bahwa setiap langkah langkah harus terbuka terhadap segala pertanyaan dan sangkalan dan harus dipertahankan secara argumentatif, yaitu dengan argumen-argumen yang obyektif (dapat dimengerti secara intersuyektif).

C. Filsafat Ilmu :
Hampir semua penyakit dan ilmu dapat dipelajari oleh kita. Semua itu berangkat dari filsafat. Filsafat itu ibarat pondasi dalam sebuah bangunan. Filsafat (mencari kebenaran versi manusia) mulanya berasal dari data empiris. Filsafat ilmu adalah ikhtiar manusia untuk memahami pengetahuan agar menjadi bijaksana. Dengan filsafat ilmu keabsahan atau cara pandang harus bersifat ilmiah. Filsafat ilmu memperkenalkan knowledge dan science yang dapat ditransfer melalui proses pembelajaran atau pendidikan.

Filsafat ilmu adalah filsafat yang menelusuri dan menelidiki sedalam dan seluas mungkin segala sesuatu mengenai semua ilmu, terutama hakekatnya, tanpa melupakan metodenya. Kerapkali kita lihat ilmu filsafat dipandang sebagai ilmu yang abstrak dan berada di awang-awang saja, padahal ilmu filsafat itu dekat dan berada dalam kehidupan kita sehari. Benar, filsafat bersifat tidak konkrit, karena menggunakan metode berpikir sebagai cara pergulatannya dengan realitas hidup kita.
Filsafat , philosophy, dalam bahasa Inggeris, atau philosophya dalam Yunani mempunyai arti cinta akan kebijaksanaan. Philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan sophos (kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi. Dari pengertian tersebut filsafat sebenarnya amat dekat dengan realitas kehidupan kita. Untuk mengerti apa filsafat itu, orang perlu menggunakan akal budinya untuk merenungkan realitas hidupnya, “apa itu hidup? Mengapa saya hidup? Akan kemana saya hidup? Tentunya pertanyaan tersebut sejatinya muncul alamiah bila akal budi kita dibiarkan bekerja. Persoalannya, apakah orang atau peminat filsafat sudah membiarkan akal budinya bekerja dengan baik memandang realitas? Aristoteles menyebut manusia sebagai “binatang berpikir”. Tapi kita para guru menganggapnya sebagai ”Makhluk Allah” yang berakal dan berbudi serta memiliki akhlak mulia. Untuk mencapai hal itu diperlukan ilmu yang bernama Ilmu Pendidikan.
D. Filsafat ilmu merupakan kajian atau telaah secara mendalam terhadap hakekat ilmu.
Oleh sebab itu, filsafat ilmu ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakekat ilmu tersebut, seperti :
a. Objek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana ujud hakiki objek tersebut ? Bagaimana hubungan objek dengan daya tangkap manusia (misalnya berpikir, merasa, mengindera) ?
b. Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu ? Bagaimana prosedurnya ? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar ? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri ? Apa kriterianya ? Cara, teknik, atau sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu ?
c. Untuk apa ilmu itu dipergunakan ? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dan kaidah-kaidah moral ? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana hubungan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dan norma-norma moral / profesional ?
Ketiga kelompok pertanyaan tersebut merupakan landasan-landasan ilmu, yakni kelompok pertama merupakan landasan ontologi, kelompok kedua merupakan landasan epistemologi, dan kelompok yang terakhir merupakan landasan aksiologis.
Secara singkat uraian landasan ilmu itu adalah sebagai berikut :
a. Landasan ontologis adalah tentang objek yang ditelaah ilmu. Hal ini berarti tiap ilmu harus mempunyai objek penelaahan yang jelas. Karena diversivikasi ilmu terjadi atas dasar spesifikasi objek telaahannya maka tiap disiplin ilmu mempunyai landasan ontologi yang berbeda.
b. Landasan epistemologi adalah cara yang digunakan untuk mengkaji atau menelaah sehingga diperolehnya ilmu tersebut. Secara umum, metode ilmiah pada dasarnya untuk semua disiplin ilmu yaitu berupa proses kegiatan induksi-deduksi-verivikasi seperti telah diuraikan diatas.
c. Landasan aksiologi adalah berhubungan dengan penggunaan ilmu tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia. Dengan perkataan lain, apa yang dapat disumbangkan ilmu terhadap pengembangan ilmu itu serta membagi peningkatan kualitas hidup manusia.
Manusia sebagai ciptaan Tuhan yang sempurna dalam memahami alam sekitarnya terjadi proses yang bertingkat dari pengetahuan (sebagai hasil tahu manusia), ilmu dan filsafat. Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar menjawab pertanyaan "what", misalnya apa air, apa manusia, apa alam, dan sebagainya.
Sedangkan ilmu (science) bukan sekedar menjawab "what" melainkan akan menjawab pertanyaan "why" dan "how", misalnya mengapa air mendidih bila dipanaskan, mengapa bumi berputar, mengapa manusia bernapas, dan sebagainya. Pengetahuan hanya dapat menjawab pertanyaan apa sesuatu itu. Tetapi ilmu dapat menjawab mengapa dan bagaimana sesuatu tersebut terjadi.
Apabila pengetahuan itu mempunyai sasaran tertentu, mempunyai metode atau pendekatan untuk mengkaji objek tersebut sehingga memperoleh hasil yang dapat disusun secara sistematis dan diakui secara universal maka terbentuklah disiplin ilmu.
Dengan perkataan lain, pengetahuan itu dapat berkembang menjadi ilmu apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Mempunyai objek kajian
b. Mempunyai metode pendekatan
c. Bersifat universal (mendapat pengakuan secara umum)
Sedangkan filsafat adalah suatu ilmu yang kajiannya tidak hanya terbatas pada fakta-fakta saja melainkan sampai jauh diluar fakta sampai batas kemampuan logika manusia. Ilmu mengkaji kebenaran dengan bukti logika atau jalan pikiran manusia.
Dengan perkataan lain, batas kajian ilmu adalah fakta sedangkan batas kajian filsafat adalah logika atau daya pikir manusia. Ilmu menjawab pertanyaan "why" dan "how" sedangkan filsafat menjawab pertanyaan "why, why, dan why" dan seterusnya sampai jawaban paling akhir yang dapat diberikan oleh pikiran atau budi manusia.
Dalam perkembangan filsafat menjadi ilmu terdapat taraf peralihan. Dalam taraf peralihan ini maka bidang pengkajian filsafat menjadi lebih sempit, tidak lagi menyeluruh melainkan sektoral. Disini orang tidak lagi mempermasalahkan moral secara keseluruhan melainkan mengaitkannya dengan kegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang kemudian berkembang menjadi ilmu ekonomi.
Namun demikian dengan taraf ini secara konseptual ilmu masih mendasarkan diri pada norma-norma filsafat. Misalnya ekonomi masih merupakan penerapan etika (appliet ethics) dalam kegiatan manusia memenuhi kebutuhan hidupnya. Metode yang dipakai adalah normatif dan deduktif (berpikir dari hal-hal yang umum kepada yang bersifat khusus) berdasarkan asas-asas moral yang filsafat.
Pada tahap selanjutnya ilmu menyatakan dirinya otonom dari konsep-konsep filsafat dan bertumpu sepenuhnya pada hakekat alam sebagaimana adanya. Pada tahap peralihan, ilmu masih mendasari diri pada norma yang seharusnya sedangkan dalam tahap terakhir ilmu didasarkan atas penemuan-penemuan.
Sehingga dalam menyusun teori-teori ilmu pengetahuan tentang alam dan isinya ini maka manusia tidak lagi mempergunakan metode yang bersifat normatif dan deduktif melainkan kombinasi antara deduktif dan induktif (berpikir dari hal-hal yang bersifat khusus kepada hal-hal yang bersifat umum) dengan jembatan yang berupa pengujian hipotesis.
Selanjutnya proses ini dikenal sebagai metoda deducto hipotetico-verivikatif dan metode ini dipakai sebagai dasar pengembangan metode ilmiah yang lebih dikenal dengan metode penelitian. Selanjutnya melalui atau menggunakan metode ilmiah ini akan menghasilkan ilmu.
August Comte (1798-1857) membagi 3 tingkat perkembangan ilmu pengetahuan tersebut diatas kedalam tahap religius, metafisik, dan positif. Hal ini dimaksudkan dalam tahap pertama maka asas religilah yang dijadikan postulat atau dalil ilmiah sehingga ilmu merupakan deduksi atau penjabaran dari ajaran religi (deducto).
Dalam tahap kedua, orang mulai berspekulasi, berasumsi, atau membuat hipotesis-hipotesis tentang metafisika (keberadaan) ujud yang menjadi objek penelaahaan yang terbatas dari dogma religi dan mengembangkan sistem pengetahuan berdasarkan postulat metafisika tersebut (hipotetico).
Sedangkan tahap ketiga adalah tahap pengetahuan ilmiah dimana asas-asas yang dipergunakan diuji secara positif dalam proses verivikasi yang objektif (verivikatif).
Secara visual proses perkembangan ilmu pengetahuan tersebut yang selanjutnya merupakan kerangka-kerangka metode ilmiah dapat digambarkan seperti terlihat dalam skema

Sumber:
http://wijayalabs.blogspot.com/2007/11/pentingnya-landasan-filsafat-ilmu.html
http://www.perpustakaan-online.blogspot.com/2008/04/filsafat-ilmu.html

Senin, 09 Maret 2009

biodata

BIODATA
Nama: Yulida Ekawati
Tempat Kuliah: UNY
Fakultas: MIPA
Prodi: Pend.Matematika
NIM: 06301244028